Hikmah

Pelajaran Hidup: Mengulik Hikmah Untuk Mendapatkan Hasanah

Pinterest LinkedIn Tumblr

Pelajaran Hidup – Akhir-akhir ini saya banyak menyadari bahwa kehidupan yang saya jalani terlalu santai dan tanpa gebrakan yang maksimal.

Hal itu akhirnya berdampak terhadap keseharian dan mentalitas saya dalam menyikapi sesuatu.

Saya jenuh, dan benar-benar ingin mengubah kehidupan. Yang mana perubahan itu sudah dilakukan.

Melalui postingan ini, saya ingin agar catatan perjalanan & pelajaran hidup saya tidak terlewat begitu saja.

Saya ingin menggoreskannya di sebuah tempat. Yakni tempat yang mudah diingat dan dijangkau, dimana lagi kalau bukan blog Sampai Nanti.

Suatu saat, mungkin “diri saya yang sekarang” bisa mengingatkan “saya di masa depan” jika tiba-tiba kehilangan arah hidup. 😊

Mengingat Kembali Rekam Jejak Masa Lalu

Time Representation
Time Representation

Saat lelah maju dan berjuang, ada kalanya kita perlu mundur sedikit dan mengulik sejarah kehidupan kita sendiri, lalu merenungkannya.

Saat merenung, saya terbiasa mengingat kembali perbuatan dan tindakan yang saya lakukan di masa lampau.

Baik yang membawa perubahan besar (berupa manfaat), ataupun hal yang sangat memalukan (kesalahan).

Kedua hal itu tak ingin saya lewatkan begitu saja. Karena percuma saja hidup berpuluh-puluh tahun kalau belajar dari pengalaman diri sendiri pun tak mampu.

Salah satu hal yang saya ingat dan membawa perubahan besar dalam hidup adalah gagalnya saya saat masuk SMP favorit.

Saat itu, nilai ujian saya tidak mencukupi batas minimal untuk masuk sekolah tersebut, dan mau-tidak mau saya harus bersekolah di tempat yang amat jauh dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah (sekolah pelosok).

Namun itu semua diawali dari keadaan saya yang bawel, ngeyel, malas dan selalu “anti belajar”.

Saya merasa benar-benar malu, karena hanya saya yang gagal masuk sekolah SMP favorit di keluarga saya, sepanjang sejarah.

Atau dengan kata lain, saya malu-maluin keluarga beserta diri saya sendiri.

Saya pun bersekolah di tempat yang lebih jauh 3x lipat yang minim fasilitas, banyak anak brandal, dan harus jalan kaki pula selama 1.5 jam (pulang pergi).

Untungnya saya masih punya kenalan teman dari SD, itu yang membuat saya masih bersemangat.

Tapi toh kegagalan saya masuk SMP favorit selalu membekas sepanjang hari, terutama ketika melihat orang lain memakai seragam SMP favorit tersebut, sementara saya hanya bisa mlongo dan menerima kenyataan pahit.

Saya juga sering ditanya oleh kerabat keluarga “lho kok kamu sekolah di gunung?“, wah pertanyaan macam itu sangatlah nylekit untuk saya dengar di masa itu.

Rasa jengkel plus sedih selalu menyelimuti hari-hari, karena hasil nilai ujian selama 6 tahun itu amatlah jeblok untuk dipajang, dan parahnya lagi nilai jeblok tersebut tak bisa diganti seumur hidup.

Tentu saja semua “perasaan lemah” itu berlangsung pada saat saya masih anak-anak. Kalau sekarang mah masa bodoh, mau dikasih nilai ujian 0 pun tak masalah buat saya (masih banyak hal berat yang perlu dipikirkan).

Untungnya yang saya lakukan pada saat itu adalah marah, tapi marah dengan diri sendiri untuk menjadi lebih baik lagi.

Saya merasa terpukul. Dan daripada terpukul tak jelas, mending saya pukuli diri sendiri untuk segera sadar dari kebodohan dan kemalasan yang begitu mengenaskan.

Singkat cerita, rasa malu dan marah itu membuat saya jadi anak yang totalitas.

Saya berangkat jalan kaki dengan tas yang lumayan berat (karena banyaknya buku yang harus dibawa), bersekolah dengan serius, lalu sisanya untuk belajar selama 2 jam, dan malamnya 3 jam lagi untuk belajar.

Dalam sehari total 7 jam di sekolah, 1.5 jam untuk pulang pergi, dan 5 jam untuk belajar di rumah.

Hampir tak terpikirkan untuk bermain-main.

Saya bahkan tak ingat makan / minum sama sekali (karena nggak nafsu juga), dan masih marah dengan diri sendiri, sehingga berusaha keras untuk membayarnya (kalau yang ini jangan ditiru).

Bahkan dari kebiasaan buruk itu, akhirnya saya terkena penyakit fisik yang mungkin tak pernah orang lain alami.

Tapi yang ingin saya tekankan disini adalah = “saya melakukan sebuah perubahan dalam hidup“.

Saya belajar dengan serius dan meluangkan banyak waktu.

Dan akhirnya, nggak sia-sia. Semester 1 saya mendapat ranking 7, semester 2 mendapat ranking 3/4 (antara itu).

Kemudian di kelas 8 ranking saya naik lagi jadi ke-2 berturut-turut (harusnya sih ranking 1, tapi karena ada anak pindahan maka saya tergeser dengan selisih hanya 7-10 poin saja).

Okelah, cita-cita ranking 1 mungkin tak pernah saya dapatkan sepanjang hidup. Tapi poin pentingnya adalah “saya berubah“.

Asal kalian tau, justru setelah saya mencapai ranking 2 berturut-turut, di kelas 9 saya malah merosot dan mulai malas-malasan lagi.

Bayangkan jika saya ranking 1?

Hmm, mungkin saya menganggap perjalanan telah usai dan saya bebas mau ngapain aja, bisa aja malah lebih parah dari dulu.

Padahal yang namanya hidup itu berjalan terus, berhentinya ya ketika sudah mati. Selama nafas masih berhembus, apapun harus kita upayakan (sekecil dan sesingkat apapun itu).

Mengambil Hikmah Pelajaran Hidup

Nah dari rentetan cerita diatas, saya ingin mengambil beberapa hikmah, diantaranya adalah :

  1. Kegagalan membuat kita belajar (asalkan kita mau belajar darinya)
  2. Pencapaian besar membuat kita lengah untuk tetap berjuang, karena kadang kita menganggap perjalanan telah usai, padahal belum
  3. Perubahan membutuhkan pengorbanan dan perjuangan yang totalitas
  4. Perubahan itu dilakukan secara terus menerus. Diam di tempat bukanlah sifat makhluk hidup
  5. Cobaan akan makin terasa berat, tapi itulah yang membuat kita jadi lebih kuat
  6. Kesalahan tak boleh dilewatkan begitu saja, melainkan harus dijadikan pelajaran
  7. Tuhan adalah sebaik-baik tempat berpegangan dari segala macam gejolak kehidupan

Masih banyak yang tidak bisa saya ceritakan. Tapi kalau cuma bahas masa lalu saya, postingan ini jadi tiada akhirnya.

Intinya, kalau dulu saya tak mau mengubah gaya hidup dan menghabiskan banyak waktu untuk belajar, mungkin saya akan terjebak dalam kebodohan yang begitu mengenaskan.

Kalau saya tak bersekolah di tempat terpelosok, mungkin saya jadi anak yang tak tau diri dan tak pernah belajar tentang perubahan.

Kalau saya tak merasakan susahnya masa itu, mungkin saya jadi anak yang jauh lebih lemah dari sekarang.

Kalau saya berhasil sekolah di tempat favorit, mungkin saya malah jadi golongan anak paling bodoh disitu dan tidak ada semangat belajar karena merasa sudah cukup pintar.

Dan lain sebagainya.

Mencari Lebih Banyak Sumber Pelajaran

Belajar Kepada Banyak Orang
Belajar Kepada Banyak Orang

Cara termudah untuk menjadi ahli masak adalah belajar dari seorang koki/pemasak handal.

Begitupun dalam segala hal di dunia ini.

Untuk belajar tentang ahli finansial (misalnya), maka kita perlu belajar kepada yang mahir di bidang tersebut.

Itulah hal ke-2 yang saya lakukan selain belajar dari diri sendiri, yaitu belajar kepada orang yang sudah berpengalaman.

Saya tak pilih kasih. Hal buruk pun kadang saya pelajari dari seseorang untuk dijadikan pelajaran agar saya tak terjebak di lubang yang sama.

Saya banyak belajar dengan orang zaman dulu. Mereka unik, sekaligus keras kepala dan kadangkala ada yang kolot.

Saya mengambil baiknya saja. Yakni belajar mentalitas untuk lebih kuat, tapi tidak untuk hal perubahan hidup.

Maksudnya bagaimana?

Di sekitar saya, banyak orang zaman dulu yang anti banget sama teknologi. Tidak mau belajar hal baru, tidak mau adaptasi, dan bahkan tak mau beralih dari cara lama ke cara baru yang lebih efisien & cepat.

Saya tidak menirunya.

Disisi lain, orang jaman dulu itu kuat-kuat dalam menjalani pahitnya kehidupan, tak suka mengeluh dan tetap berjuang (ya mungkin salah faktornya karena mereka hidup di zaman penjajahan).

Nah mental kuat itulah yang saya pelajari.

Jujur sangat sulit menerapkannya, karena kita hidup di zaman yang serba mudah dan apa-apanya serba instan + cepat.

Tapi saya tak mau menyerah. Karena kalau menyerah, berarti saya tak bisa belajar bagaimana mendapatkan mental yang lebih kuat seperti orang-orang zaman dulu.

Mengevaluasi Diri

Setelah berfikir apa saja tindakan besar yang membuat saya berubah dan belajar dari orang lain, lalu mengulik apa saja hikmahnya, saya mulai mencocokannya dengan keadaan saya yang sekarang.

Biasanya ini saya lakukan saat pikiran sedang benar-benar lelah dengan perjuangan yang tak ada hasil, yang mana butuh sebuah evaluasi

Saya mulai melihat tindakan saya selama beberapa minggu atau bulan terakhir, dan mencoba meluruskan hal yang keliru.

Bermodalkan hikmah yang telah dipelajari sebelumnya, saya mulai membuat perubahan-perubahan kecil dengan bantuan Todoist.

1. Contoh Evaluasi #1

Semenjak saya kenal aplikasi Todoist tersebut, saya jadi tau betapa berharganya mempunyai kebiasaan kecil (habit).

Banyak pelajaran hidup yang saya dapat hanya dengan modal aplikasi saja.

Maka, langkah pertama untuk mengevaluasi diri adalah menambah aktivitas & tugas baru yang dilakukan secara tertarget dan terus menerus.

Misal :

  • Menambah aktivitas push up sebanyak 27x dengan badan terbalik setiap hari selama 1 tahun
  • Puasa berturut-turut selama 40 hari
  • Baca buku setiap pagi hari
  • Menambah porsi waktu kerja
  • Dan lain sebagainya

Banyak yang bisa kita lakukan, sesimpel “membaca bismillah setiap pagi“. Jika dilakukan secara konsisten, itu sudah termasuk perubahan kecil yang membawa manfaat kelak.

Satu hal yang ingin saya sampaikan : “Jangan pernah menyulitkan diri sendiri saat memulai. Sesuaikan dengan levelmu saat ini untuk bisa naik ke level berikutnya“.

Dan percayalah pada :

  • Sebuah proses
  • Perubahan besar dicapai dari diri kita yang mampu melakukan hal-hal kecil setiap hari
  • Untuk mendapatkan sesuatu, kita harus membayarnya
  • Tuhan maha baik (Al Majiid), perjuangan kita pasti terbalaskan

2. Contoh Evaluasi #2

Contoh kedua dari evaluasi yang saya lakukan adalah “saya mau mendengarkan pendapat orang lain hingga ia selesai bicara, tanpa mencelanya“.

Kemudian saya olah dulu.

Kalau benar, saya jadikan catatan dan PR pribadi.

Kalau sekiranya salah, saya luruskan dengan bukti-bukti tanpa bernafsu untuk memenangkan argumen.

Kalau masih remang-remang, saya akan diam sebelum mengetahui dan mencari tahu kebenarannya, atau kadang malah menanyakan buktinya pada lawan bicara.

Kalau lawan bicara berkata dusta, dia bakal bingung sendiri kok saat pertanyaan kita semakin dalam. Jadi tidak ada salahnya mendengarkan dulu, dan bertanya kemudian.

3. Contoh Evaluasi #3

Contoh ke-3 dari evaluasi yang saya lakukan adalah “mengorbankan yang saya cintai“.

Kita tahu, cinta itu hanya ditujukan kepada Allah, bukan pada makhluk lain (atau bahkan pada sesuatu).

Pada momen evaluasi ini, kadang saya akan mengorbankan sesuatu yang saya cintai atau meninggalkan zona nyaman.

Saya jadi ingat kata-kata Merry Riana yang kurang lebih begini “tidak ada pertumbuhan dalam zona nyaman, dan tidak ada rasa nyaman dalam zona pertumbuhan“.

Well, berat sekali memang. Beraaatnya minta ampun malah. Tapi apa boleh buat? Life is a choice, right?

4. Contoh Evaluasi #4

Pecuma saja banyak-banyak merenung kalau tak ada hasilnya.

Hasil nyata dari renungan tersebut misalnya adalah meningkatkan keseriusan kita dalam berusaha, mengurangi waktu bersantai-santai dan fokus dalam memperjuangkan sesuatu.

Masih banyak evaluasi yang bisa kita lakukan. Misalnya dengan menata ulang konsep dan tujuan hidup, serta berani mencoba cara-cara baru.

Saatnya Naik Kelas & Mendapatkan Hasanah Kehidupan

Naik Level
Naik Level

Di sekolah, setiap hendak naik kelas kita akan disuguhkan dengan ujian.

Ini sangat relate dengan kenyataan hidup, dimana setelah mendapatkan ujian dan cobaan hidup, pasti kita akan lebih kuat menghadapinya.

Saya punya cerita menarik.

Dulu saya kerja di Jakarta, dan punya bos yang sangat disiplin, keras, anti toleransi, suka mencari-cari kesalahan dan tegas.

Pokoknya nggak ada yang nggak mengeluh kalau pertama kali bekerja dengannya.

Lama-kelamaan semua orang terbiasa dengan bentakan dan omelan yang tiada hentinya.

Saya pun terbentuk jadi tahan omelan.

Lalu singkat cerita beberapa bulan kemudian saya pindah kerja, tepatnya di sebuah sekolah.

Saya merasa aneh, orang-orang disana mudah sekali tersinggung dengan omongan yang nyindir.

Persis kayak di sinetron TV. 😂

Bahkan salah satu rekan kerja bilang ke saya “kamu jangan tersinggung kalau ada yang ngomong-ngomong begini ya, mereka biasa gitu kok..“.

Sontak pun saya jawab dengan nada tertawa “wah di Jakarta saya dibentak-bentak sambil di goblok-goblokin tiap hari mas, yang kayak gini mah innsyaallah udah kebal lah 🤣..“.

Jika kalian perhatikan, level mental saya sudah naik kelas saat mengalami omelan tiap hari. Dan sama sekali tidak merasa tersakiti dengan segala macam omongan di tempat kerja yang baru.

Jadi bersyukurlah jika kita hidup secara keras, karena itulah yang membuat kita jadi lebih kuat.

Yaa, meskipun kadang kita merasa tidak terima dengan keadaan, serta merasa jadi orang paling sengsara, tapi setidaknya alihkan dulu pikiran kita ke arah positif.

Contoh berpikir positif saat mengalami masalah adalah dengan berkata “alhamdulilah, habis dapet masalah ini saya bakal jadi lebih kuat lagi, gak jadi orang lemah dan mudah goyah“. 😁

Oke, jadi sekarang kita paham bahwa “masalah dan hal negatif” adalah sarana untuk naik kelas. Jadi hadapilah masalah dengan baik, karena itu pelajaran hidup yang begitu berharga.

Salah satu tips yang dapat saya tunjukkan ketika menghadapi sebuah masalah adalah meniru seorang Flight Director pada misi Apollo 13 :

Pelajaran Hidup : Memahami Batas Diri

Memahami batas diri adalah sesuatu yang amat penting dan tak boleh dilewatkan.

Saya tak bisa membahas lebih panjang soal ini. Intinya tujuan memahami batas diri adalah menyadari bahwa kita (manusia) adalah makhluk lemah yang harus berserah kepada yang maha kuasa.

Kita harus bisa membedakan mana rasa semangat dan mana kesombongan yang membuat diri kita merasa tak butuh bantuan Tuhan.

Tuhan-lah yang mengatur segalanya, dan kita wajib berserah diri pada-Nya dengan penuh harapan.

Pengalaman Off Dari Media Sosial, Efeknya Luar Biasa!!!

Tujuan ke-2 adalah agar kita tau kapan momen untuk bersemangat, dan kapan untuk bersedih / meneteskan air mata, karena manusia diciptakan berbagai rasa (bukan hanya rasa semangat/bahagia saja).

Wajar kalau kadang kita merasa sedih, karena yang namanya kesedihan, kesengsaraan adalah elemen hidup yang tak terpisahkan.

Bukan hidup kalau kita selalu merasa bahagia sepanjang masa, bukan pula hidup kalau sepanjang hari kita merasa sedih.

Bukankah dalam sehari ada siang dan malam?

Bukankah hewan itu ada yang berupa serangga, mamalia, unggas, reptil, dll?

Bukankah untuk mendapatkan masakan yang enak harus ada berbagai rasa yang hadir? Rasa asin, manis dan pedas yang bercampur menjadi satu?

Maka sekali lagi pahami batas diri. Manusia bukan batu, manusia juga bukan air.

Manusia bisa bersifat batu yang keras kapan ia dibutuhkan, dan bisa bersifat air yang fleksibel kapan ia dibutuhkan, itulah yang disebut dengan kebijaksanaan.

Demikianlah secuil pelajaran hidup yang bisa admin sampaikan, semoga bermanfaat.

Life is complicated, but you are the mystery solver

Write A Comment