Keluh Kesah

Saat Depresi Dan Hidup Serba Berantakan

Pinterest LinkedIn Tumblr

Tiada hidup yang sempurna. Sesekali, kita mungkin akan mengalami depresi dan hidup yang super berantakan. Begitupun dengan orang yang kelihatannya begitu ceria tiap saat.

Masalahnya, depresi dan hidup tanpa harapan itu adalah sebuah penyakit.

Lalu, apakah ada diantara kita yang memikirkan apa obatnya?

Well, saya yakin kebanyakan orang hanya akan meratapi nasib tanpa berpikir jernih. Sebab memang saat itu tak ada harapan sama sekali.

Oke, itu adalah hal yang sangat lumrah.

Tapi sebagai manusia kita harus naik level. Jangan sama, atau lebih buruk dari sebelumnya.

Maka, saya akan berbagi sedikit pengalaman tentang rasa depresi yang saya alami. Bukan lagi patah semangat atau burnout, tapi depresi di tingkatan yang maksimal (menurut ukuran hidup saya).

Depresi Tingkat Tinggi

Saya yakin, mungkin ada diantara pembaca artikel ini yang lebih parah depresinya. Sebab ujian hidup memang ditentukan dari kapasitas orang masing-masing.

Tapi toh disini kita tidak sedang membahas siapa yang paling menderita, atau siapa yang paling depresi.

Lagian, ngapain juga saingan dalam hal penderitaan? 😂

Justru disini kita akan menggali, mencari obat, sekaligus menentukan apa yang perlu kita lakukan saat depresi.

Tentunya, semua ini diawali dari hasil pengalaman saya pribadi. Tapi tenang, meskipun ini sifatnya subjektif, tapi innsyaallah juga akan work untuk kalian yang latar belakangnya berbeda-beda.

Jadi, singkatnya saya mengalami kelelahan mental yang berujung depresi. Rasa lelah ini benar-benar makin hari makin jadi. Karena penyebabnya bukan karena hal ringan, melainkan hasil pengamatan selama 4 tahun!

Bayangkan, apa yang telah kalian lakukan selama bertahun-tahun. Penuh pengorbanan waktu, tenaga, keringat, keluarga, sampai uang, setelah diamati ternyata tidak ada harganya sama sekali.

Kalian menahan rasa pahit setiap hari sambil berjuang, dan mengatakan :

Aku bisa, aku pasti bisa

Tapi setiap malam kalian bergumam :

Mengapa hasilnya selalu mengecewakan?

Begitu terus setiap hari, hingga berlalu bertahun-tahun dan kalian masih saja berjuang. Sampai kadang-kadang setiap bulan kalian rutin mengalami burnout (kelelahan karena terlalu banyak bekerja/memperjuangkan sesuatu).

Namun siklus burnout bulanan itu mungkin masih bisa diatasi. Tapi jika menumpuk terus setiap hari, bisa membuat bom waktu yang siap meledak kapan saja (makin hari makin berbahaya).

Begitulah yang saya alami. Saya tak bisa menceritakan secara pasti, atau mencoba menanamkan bagaimana sedihnya rasa yang saya alami kepada kalian.

Intinya, saya mengalami kesedihan hampir sepanjang hari. Tapi saya mencoba membalutnya dengan perlawanan semangat dan optimisme, yang mana semakin hari semakin direnungi makin pahit aja kenyataannya.

Pelajaran Hidup: Mengulik Hikmah Untuk Mendapatkan Hasanah

Saat Mengalami Depresi

Jika ada tanggul/waduk yang bocor, lalu ditambal, lalu muncul celah dan ditambal lagi, kemudian muncul celah lagi dan ditambal lagi (begitu seterusnya), yang bahaya adalah saat air meluap, memberikan tekanan begitu besar yang menyebabkan tanggul itu jebol dan membanjiri seluruh area yang ada dibaliknya.

Begitulah yang saya alami kira-kira.

Saya tidak setengah-setengah mengerjakan sesuatu, semua saya dedikasikan. Saya adalah orang yang totalitas.

Namun disisi lain, saya sulit menerima kegagalan. Saya begitu anti-menyerah dan terus mencoba walaupun harus sakit-sakitan, sampai sakit itu kadang membuat saya berhenti secara terpaksa.

Sampai pada suatu titik, saya merenung begitu dalam. Melihat jauh kebelakang dan mengevaluasi apa yang telah saya lakukan selama bertahun-tahun.

Rasanya begitu sulit untuk menerima kenyataan bahwa saya gagal hampir 80% dari harapan yang saya cita-citakan di awal perencanaan itu.

Apakah ekspetasi saya yang ketinggian?

Hmm. Mungkin iya, mungkin juga tidak. Jawabannya relatif. Tapi kita hidup harus punya tujuan, dan tujuan itulah yang saya tetapkan sejak awal (yang mana tujuan ini menjadi salah satu penyebab depresi).

Kalau begitu penyebab depresimu dibikin sendiri dong? Kalau ekspetasi nggak ketinggian mana mungkin bisa begitu?”.

Oke, mungkin itu ada benarnya. Tapi stop merambah ke hal lain dulu.

Soal penyebab depresi itu bisa variatif (beda-beda tiap orang), justru kita sedang mencari cara untuk mengatasi depresi itu (apapun penyebabnya).

Nah balik lagi ke masa-masa depresi yang saya alami.

Padahal saya pegang teguh cita-cita itu dan mengorbankan hal lain yang barangkali lebih worth-it. Saking idealisnya, saya telah menutup 3/4 kesempatan yang datang. Meskipun saya tau itu jauh lebih menguntungkan.

Bahkan suatu saat saya ditawari sebagai tangan kanan di sebuah perusahaan, langsung mendapat saham 50% dan perusahaan itu sudah berjalan dan profit (tinggal meneruskan). Tapi saya tolak tanpa pikir-pikir karena pekerjaan itu menyita seluruh waktu saya.

Namun saya tak ingin membuat postingan ini sebagai wadah curhatan tanpa hal baik yang bisa kalian ambil.

Malah saat saya akan menulis ini, saya bergumam dalam hati :

Ah, sekali-kali mungkin saya perlu menulis sesuatu yang berkebalikan dengan isi di blog ini. Rata-rata kan isinya tentang semangat, sedangkan manusia itu bisa macem-macem rasanya. Malah lebih sering dengan kegagalan dan kesedihan“.

Pas banget saya lagi ngrasain depresi. Harusnya isi tulisannya bakal lebih mendalam dan bermakna“.

Tapi pada saat itu saya sedang depresi, jadi pemikiran negatif juga muncul :

Tapi saya lelah. Ngapain juga share sesuatu yang berbau kegagalan. Malu-maluin aja! Mending tidur!“.

Ya kalian tau sendiri, pemikiran kedua lebih dominan daripada yang pertama.

Akhirnya saya tidak menulis dan memilih tidur sepanjang hari selama beberapa hari (nggak ngapa-ngapain). Main HP pun enggan, saking malesnya menghadapi kenyataan.

Beberapa hari kemudian (hampir 2 minggu), pemikiran saya mulai pulih dan saya melanjutkan evaluasi yang saya lakukan (masih dengan rasa kecewa).

Tapi kini saya harus menerima kegagalan itu dan mengorbankan idealisme saya untuk merubah total jadwal keseharian, rutinitas dan segala yang saya lakukan demi mencoba sesuatu yang baru dan lebih beresiko.

Bayangkan, betapa sulitnya melepas sesuatu yang telah dibangun bertahun-tahun dan sudah melekat dalam diri kita?

Itu bukan perkara yang mudah. Tapi harus dilakukan!

Oke. Sesuai perumpamaan diatas, mungkin perihal waduk/tanggul yang jebol itu adalah sebuah bencana yang tidak bisa terhindarkan (bisa terjadi tanpa bisa dikendalikan).

Artinya, jangan mempermasalahkan siapa dan apa yang membuat waduk itu bisa jebol (kecuali untuk tujuan evaluasi).

Nggak mungkin kan, menyalahkan keadaan yang sudah terlanjur dibangun secara buruk?

Misalpun insinyur si perancang waduk itu ceroboh dan kurang perhitungan, serta banyak oknum yang mengkorupsi dan berbuat dosa. Yaudah, kita gak hidup di masa lalu.

Yang bisa kita lakukan adalah memperbaiki masa depan dan mempelajari kesalahan masa lalu agar tidak terulang lagi.

Nah sekarang yang jadi pertanyaan adalah :

Setelah waduk itu jebol apakah kita akan diam saja?

Harusnya kita berpikir bagaimana cara membuat waduk yang baru, yang lebih kuat dan sehat tanpa ada kecurangan ataupun perbuatan dosa didalam proyeknya.

Nah pada saat pikiran mulai waras, justru saya jadi sadar, inilah waktu yang tepat untuk merubah segalanya dalam diri saya.

Me-rekonstruksi tujuan, niat, aktivitas dan segalanya dalam hidup kita. Sebab hidup memang terkadang butuh perubahan besar.

Well, saya malu untuk menulis ini sebenarnya. Tapi toh saya harus berlatih menerima kegagalan dan berbagi ke orang lain.

11 Starter Pack & Cara Menjadi Lebih Kreatif, Super!

Kesimpulan

Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa saat mengalami rasa depresi yang begitu berat, jangan ambil keputusan dulu. Sabar dan terima dengan ikhlas apa yang kita alami.

Setelah bisa menerimanya, pikiran dan hati kita akan mulai jernih dan bisa berfikir tanpa ada kabut kebencian/kekecewaan yang menyelimuti.

Selanjutnya, kita harus sadar bahwa saat-saat tersebut justru menjadi momen yang tepat untuk mengubah banyak hal diri kita.

Bahkan, kita harus rela berkorban untuk meninggalkan sesuatu yang dipercaya/dicintai/disayangi sejak lama demi hal baru yang sama sekali belum pernah kita rasakan/hadapi.

Bentuk pengorbanan itu bisa berupa banyak hal, bisa berupa barang, kenyamanan, rasa, idealisme, prinsip, dan lain sebagainya.

Tiada obat yang pasti untuk menyembuhkan penyakit yang satu ini. Tapi saya bisa merekomendasikan banyak-banyaklah berdzikir dan beristighfar, barangkali kita sudah kelebihan beban dosa.

Selebihnya, tetap tawakkal dan serahkan sepenuhnya pada yang maha kuasa. Kita tak lebih dari makhluk yang ada dalam kendali sang pencipta. Mau tuhan apakan kita, tetap saja pilihannya adalah menerima.

Begitulah sekilas pengalaman dari saya. Semoga bermanfaat dan silahkan ambil baiknya. Jangan lupa untuk semangat kembali dan ubah segalanya jadi lebih baik!

Life is complicated, but you are the mystery solver

Write A Comment